Gubernur Bali, Wayan Koster, secara tegas membantah pernyataan yang mengaitkan banjir yang baru-baru ini melanda Kota Denpasar dengan alih fungsi lahan. Beliau menyatakan bahwa penyebab banjir lebih kompleks dan tidak dapat disederhanakan menjadi satu faktor tunggal. Pernyataan ini disampaikan menyusul munculnya berbagai opini publik yang menghubungkan peningkatan frekuensi dan intensitas banjir di wilayah tersebut dengan perubahan tata guna lahan yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir.
Banjir yang terjadi memang menimbulkan kerugian yang cukup signifikan, baik materiil maupun non-materiil. Banyak rumah warga terendam, aktivitas perekonomian terganggu, dan infrastruktur publik mengalami kerusakan. Kondisi ini tentunya memicu keresahan di kalangan masyarakat dan mendorong berbagai pihak untuk mencari akar permasalahan guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Namun, menurut Gubernur Koster, menuding alih fungsi lahan sebagai satu-satunya penyebab merupakan penyederhanaan yang tidak tepat.

Pemerintah Provinsi Bali, lanjut Gubernur, telah melakukan kajian mendalam mengenai penyebab banjir di Denpasar. Kajian tersebut melibatkan berbagai pakar, mulai dari ahli hidrologi, geologi, hingga perencanaan wilayah. Hasil kajian menunjukkan bahwa banjir di Denpasar merupakan akumulasi dari beberapa faktor yang saling berkaitan. Salah satu faktor penting yang diidentifikasi adalah kapasitas saluran drainase yang sudah tidak memadai untuk menampung debit air hujan yang meningkat. Selama bertahun-tahun, saluran drainase yang ada belum mendapatkan perawatan dan peningkatan kapasitas yang signifikan, sehingga kemampuannya dalam menampung air hujan menjadi terbatas.
Selain kapasitas saluran drainase, faktor lain yang berkontribusi terhadap banjir adalah sedimentasi yang tinggi di sungai-sungai dan saluran air. Sedimentasi ini disebabkan oleh erosi tanah di hulu sungai, yang antara lain dipengaruhi oleh aktivitas pembangunan dan penggundulan hutan di daerah aliran sungai. Proses sedimentasi menyebabkan pendangkalan sungai dan saluran air, sehingga mengurangi kapasitas tampung air dan memperparah genangan air saat hujan deras.
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah curah hujan yang ekstrem. Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas dan durasi hujan di Bali, termasuk di Denpasar, mengalami peningkatan. Perubahan iklim global diduga menjadi salah satu faktor penyebabnya. Hujan deras dalam waktu singkat melampaui kapasitas tampung saluran drainase yang sudah terbatas, sehingga mengakibatkan banjir.
Gubernur Koster juga menekankan pentingnya pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara terpadu. Pengelolaan DAS yang baik meliputi upaya konservasi tanah dan air di hulu, pembangunan infrastruktur pengendalian banjir yang memadai, serta pengelolaan sampah dan limbah yang efektif. Beliau menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Bali tengah berupaya meningkatkan pengelolaan DAS secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, masyarakat, dan sektor swasta.
Upaya yang dilakukan antara lain berupa normalisasi sungai dan saluran drainase, pembangunan embung dan waduk untuk menampung air hujan, serta program penghijauan dan reboisasi di daerah aliran sungai. Selain itu, Pemerintah Provinsi Bali juga tengah menggalakkan program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari perilaku yang dapat memperparah banjir, seperti membuang sampah sembarangan.
Dalam konteks alih fungsi lahan, Gubernur Koster mengakui bahwa perubahan tata guna lahan memang dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan risiko banjir. Namun, hal tersebut bukanlah satu-satunya faktor dan tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor lain yang telah disebutkan sebelumnya. Beliau menekankan bahwa diperlukan pendekatan yang holistik dan terpadu untuk mengatasi masalah banjir di Denpasar, yang melibatkan berbagai pihak dan mempertimbangkan berbagai faktor penyebab.
Lebih lanjut, Gubernur Koster menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dalam upaya penanggulangan banjir. Partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan dan melaporkan kerusakan infrastruktur sangatlah penting. Sementara itu, sektor swasta dapat berperan dalam mendukung program-program pemerintah melalui berbagai bentuk kerjasama, seperti penyediaan teknologi dan sumber daya.
Sejarah Kota Denpasar menunjukkan bahwa banjir merupakan masalah yang sudah lama terjadi, bahkan sebelum terjadi alih fungsi lahan secara masif. Faktor-faktor alamiah seperti curah hujan tinggi dan kondisi geografis wilayah juga telah berkontribusi terhadap terjadinya banjir. Oleh karena itu, mencari kambing hitam hanya pada satu faktor, seperti alih fungsi lahan, merupakan penyederhanaan yang tidak bertanggung jawab dan tidak akan menyelesaikan masalah.
Pemerintah Provinsi Bali berkomitmen untuk terus berupaya mengatasi masalah banjir di Denpasar secara berkelanjutan. Upaya ini akan dilakukan secara terencana dan sistematis dengan melibatkan berbagai pihak dan mempertimbangkan berbagai faktor penyebab. Gubernur Koster berharap agar masyarakat dapat memahami kompleksitas masalah banjir dan turut berpartisipasi aktif dalam upaya penanggulangannya. Keberhasilan dalam mengatasi banjir ini membutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak.