Gaji fantastis yang diterima Elon Musk, CEO perusahaan teknologi terkemuka, senilai Rp16,4 triliun, kembali menjadi sorotan tajam. Angka tersebut memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk Paus Leo, yang menyebutnya sebagai indikator masalah besar yang tengah dihadapi dunia. Kritik Paus Leo bukan tanpa alasan; kesenjangan ekonomi yang semakin menganga antara kaum kaya super dan mayoritas penduduk dunia menjadi keprihatinan utama. Ia melihat fenomena tersebut sebagai cerminan ketidakadilan struktural yang perlu segera diatasi. Lebih jauh, Paus Leo menekankan pentingnya tindakan nyata untuk mengurangi kesenjangan tersebut, bukan hanya retorika semata.
Kritik Paus Leo terhadap gaji fantastis Elon Musk sejalan dengan seruan konsisten Gereja Katolik untuk keadilan sosial dan ekonomi. Doktrin sosial Gereja Katolik selama berabad-abad telah secara konsisten mengadvokasi distribusi kekayaan yang lebih adil dan merata, menentang eksploitasi dan penindasan yang kerap terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis. Paus-paus sebelumnya juga telah menyuarakan keprihatinan yang sama, mengajak umat untuk merenungkan tanggung jawab moral mereka dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan bermartabat. Gagasan tentang tanggung jawab sosial perusahaan dan etika bisnis yang bertanggung jawab menjadi poin penting dalam ajaran Gereja Katolik. Gaji selangit seperti yang diterima Elon Musk, menurut pandangan Gereja, bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut.

Lebih dari sekadar kritik terhadap individu, pernyataan Paus Leo merupakan refleksi atas ketidakpuasan global terhadap sistem ekonomi yang dianggap semakin timpang. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam beberapa dekade terakhir tidak diiringi oleh peningkatan kesejahteraan yang merata. Sebaliknya, kesenjangan ekonomi justru semakin melebar, menciptakan ketimpangan yang mengkhawatirkan. Fenomena ini memicu ketidakstabilan sosial dan politik di berbagai belahan dunia, mengancam perdamaian dan kesejahteraan global. Paus Leo, melalui kritiknya, ingin mengingatkan dunia akan pentingnya mencari solusi yang berkelanjutan dan berkeadilan untuk mengatasi masalah ini.
Selain mengkritik gaji fantastis Elon Musk, Paus Leo juga mengkritik PBB, organisasi internasional yang bertanggung jawab atas perdamaian dan keamanan dunia. Ia menilai PBB tidak lagi mampu menjalankan peran utamanya dalam mendorong diplomasi yang efektif untuk menyelesaikan konflik internasional. Kegagalan PBB dalam mencegah dan menyelesaikan konflik, menurut Paus Leo, menunjukkan kelemahan struktural dan kurangnya komitmen dari negara-negara anggota dalam menjaga perdamaian dunia. Organisasi internasional tersebut, yang didirikan setelah Perang Dunia II dengan tujuan mencegah terjadinya konflik berskala besar, kini dihadapkan pada tantangan yang semakin kompleks dan rumit. Munculnya konflik baru, kembalinya nasionalisme, dan meningkatnya polarisasi politik internasional membuat peran PBB semakin sulit.
Kritik terhadap PBB ini bukanlah hal baru. Sejak berdirinya, PBB telah menghadapi berbagai kritik, mulai dari kurang efektifnya Dewan Keamanan hingga ketidakmampuannya dalam mengatasi masalah kemanusiaan. Namun, kritik dari Paus Leo memiliki bobot tersendiri karena ia berasal dari pemimpin spiritual yang berpengaruh di dunia. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa bahkan lembaga keagamaan yang berfokus pada nilai-nilai spiritual dan moral juga melihat ketidakmampuan PBB dalam menjalankan mandatnya. Hal ini memperkuat kesadaran global akan pentingnya reformasi struktural di dalam PBB untuk meningkatkan efektivitasnya dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Krisis ekonomi global yang terjadi beberapa tahun terakhir semakin memperburuk situasi. Pandemi COVID-19, misalnya, telah memperparah kesenjangan ekonomi dan sosial, membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan dan terjerat dalam kemiskinan. Sementara itu, perusahaan-perusahaan besar, termasuk yang dipimpin oleh Elon Musk, justru mengalami pertumbuhan yang signifikan. Kontras yang tajam antara pertumbuhan ekonomi sektor tertentu dan penderitaan sebagian besar penduduk dunia inilah yang menjadi inti dari kritik Paus Leo. Ia menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya menguntungkan segelintir orang kaya, tetapi harus membawa manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
Paus Leo menyerukan perubahan mendasar dalam sistem ekonomi global, menganggap sistem yang ada saat ini tidak adil dan tidak berkelanjutan. Ia mendorong terciptanya sistem ekonomi yang lebih inklusif, mengutamakan kesejahteraan manusia dan lingkungan. Hal ini memerlukan kerja sama internasional yang lebih kuat, serta komitmen dari pemerintah dan sektor swasta untuk menciptakan kebijakan dan praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan. Paus Leo berharap kritiknya dapat menjadi pengingat bagi para pemimpin dunia untuk memprioritaskan keadilan sosial dan ekonomi dalam pengambilan keputusan.
Lebih jauh lagi, Paus Leo mengajak seluruh umat manusia untuk merenungkan perilaku konsumsi dan gaya hidup mereka. Konsumerisme yang berlebihan, menurutnya, merupakan salah satu faktor yang memperparah kesenjangan ekonomi. Ia menyerukan perubahan pola pikir dan perilaku, mengarah pada gaya hidup yang lebih sederhana dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Paus Leo juga mengingatkan pentingnya solidaritas dan empati dalam menghadapi masalah-masalah global, menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan bagi semua. Perubahan ini, menurutnya, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan perusahaan besar, tetapi juga menjadi tanggung jawab setiap individu.